Seiring berkembangnya jaman yang semakin modern, banyak kesenian daerah saat ini sudah terlupakan dan bahkan hampir punah. Jaman modern sering orang menyebutnya “kekinian” menyebabkan masyarakat melupakan akan menariknya kesenian daerah. Masyarakat kekinian sekarang termakan oleh arus budaya barat yang menggerus kalangan pemuda untuk tidak tertarik dan meminati budaya daerah. Salah satu budaya daerah yang hampir terlupakan adalah kesenian dongkrek.
Kesenian Dongkrek adalah kesenian berbentuk tarian dan dipentaskan oleh sekelompok masyarakat yang berperan menjadi tokoh-tokoh tertentu. Kesenian Dongkrek menampilkan perpaduan antara musik, tari, dan didalamnya terkandung unsur cerita/drama. Kata Dongkrek merupakan kata sakral yang berarti: Dongane Kawula Rakyat Enggalo Kasarasan. Kata itulah yang membuat masyarakat sadar bahwa kesehatan tubuh dan jiwa sangat penting dalam menjalankan segala aktivitas sehari-hari. Untuk menjaga kesehatan bukanlah hal yang sulit namun juga tidak mudah, terkadang lupa betapa mahal harganya arti kesehatan bagi tubuh, terkadang rasa sakit yang diderita akan menimbulkan pikiran-pikiran buruk dan rasa takut sehingga menghambat proses pencarian solusi.
Kesenian dongkrek ini salah satu kesenian dari Kabupaten Madiun dibuat tahun 1867 di Mejayan oleh seorang yang bernama Raden Tumenggung Prawirodipuro III sebagai Palang Mejayan Caruban, setelah akhir pemerintahan R. M. T. Sosrodiningrat (Bupati Madiun 1879-1885). Raden Prawirodipuro menciptakan dongkrek karena pada saat itu rakyat Desa Mejayan terkena wabah penyakit mematikan. Masyarakat sering sakit saat siang dan sorenya meninggal atau sakit pada pagi hari, malam harinya seketika meninggal dunia. Raden Prawirodipuro melakukan meditasi dan bertapa di wilayah gunung kidul Caruban. Beliau kemudian mendapatkan wangsit untuk membuat semacam tarian atau kesenian yang mampu mengusir balak. Wangsit itu menggambarkan para punggawa kerajaan roh halus atau pasukan genderuwo menyerang penduduk Mejayan akan dapat diusir dengan menggiring mereka keluar dari desa. Oleh karena itu, Raden Prawirodipuro membuat kesenian penggambaran pengusiran roh halus yang membawa pagebluk tersebut.
Kesenian Dongkrek mengalami masa kejayaan sekitar tahun 1867 – 1902. Kepopuleran kesenian dongkrek ini bisa jadi karena masih kuatnya semangat masyarakat yang ditularkan oleh Raden Prawirodipuro untuk melakukan pementasan. Setelah wafatnya Raden Prawirodipuro dan munculnya penjajahan belanda, kesenian dongkrek mengalami kemunduran. Penjajahan belanda juga sempat melarang kesenian dongkrek untuk dipertontonkan dan dijadikan pertunjukan kesenian rakyat karena bisa jadi belanda takut akan kekuatan masyarakat. Saat masa kejayaan Parta Komunis Indonesia (PKI) di Madiun, kesenian ini dikesankan sebagai kesenian genjer-genjer yang sengaja dikembangkan untuk memperdaya masyarakat umum.
Kesenian Dongkrek sekarang ini hampir tidak lagi terdengar dikalangan masyarakat bahkan masyarakat kota madiun bisa jadi tidak mengenal kesenian dongkrek. Perkumpulan kesenian dongkrek sekarang ini hanya terdapat di sekitaran Mejayan, Caruban namun itu juga tidak banyak. Pengenalan kesenian dongkrek ini sudah masuk sekolah formal, namun siswa yang mengerti tentang dongkrek hanya siswa yang minat pada extra kesenian saja. Berkembangnya tempat wisata di Madiun baik itu wisata alam atau wisata taman bermain ditengah kota kurang memberikan ruang untuk menampilkan kesenian khas daerah ini. Sangat disayangkan bahwa tempat wahana wisata yang banyak dikunjungi orang hanya menampilkan pertunjukan modern. Seharusnya tempat-tempat tersebut sangat bagus untuk memperkenalkan pada generasi muda tentang kesenian dongkrek.
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "DONGKREK: KESENIAN KHAS MADIUN YANG TERLUPAKAN"
Posting Komentar